Langsung ke konten utama

Ragam Ideologi Pendidikan

 

Ragam Ideologi  Pendidikan

Sumber: The Philosophy of Mathematics Education oleh Paul Ernest

Kaitan Pendidikan & Ideologi | Sanggar Anak Alam

Ideologi adalah suatu ide atua gagasan yang membentuk interaksi maupun perbuatan mengarah pada alasan maupun tujuan. Adapun dalam pembahasan ini mengenai ideologi dalam dunia pendidikan matematika. Crane (1972) menjelaskan ilmu dalam bentuk ratusan wilayah penelitian terbentuk secara konstan dan maju melalui tahap-tahap pertumbuhan, sebelum berhenti meruncing (tapering off). Pembahasannya ialah tentang bagaimana ide/gagasan yang mengarah pada tujuan dan alasan dalam lingkup Pendidikan khususnya matematika. Dalam penjelasan ini saya bersumber pada buku “The Philosophy of Mathematics Education” karya Paul Ernest. Penjelasannya gambaran singkat mengenai penjelasan dan perbandingan ideologi pendidikan matematika. Dalam buku “The Philosophy of Mathematics Education” karya Paul Ernest, penulis akan membahas Tabel yang berisi tentang gambaran umum lima ideologi Pendidikan. Berikut penjelasannya:

a)      The Industrial Trainer

The industrial Trainer adalah ideologi yang datang dari kelas pedagang (Williams, 1961). Secara historis, epistemologis dan komponen moral bisa diidentifikasi dalam ideologi ini. sehingga, penganut ideologi ini bukan hanya Pendidikan utilitarian yang sempit, melainkan mengharapkan dari ajaran karakter sosial yang dibutuhkan-kebiasaan keeraturan, “disiplin diri” ketaatan dan usaha terlatih (Williams, 1961:162). Adapun pandangan moral adalah bagian dari sumber ideologis pada anak-anak. Sehingga implisitnya adalah identifikasi kerja dan industry dengan kebajikan, dan kemudahan atau bermain dengan kejahatan. Adapun sumber lain adalah pandangan pembelajaran dan pengetahuan bahwa anak tidak memiliki kapasitas atau isi sehingga harus diberi pengetahuan kebenaran-kebenaran oleh guru. Dengan kata lain siswa dijadikan ruang kososng yang berlum terisi apapun. Menurut John Locke (1693) bahwa pikiran dimulai dari halaman kosong, sebuah “tabula rasa” yang menunggu untuk diisi karakter. Sehingga pandangan the industrial trainer mencakup lebih luas dari pada tujuan utilitarian untuk Pendidikan.

Ideologi The Industrial Trainer dan nilai-nilai Victoria menggambarkan bahwa pada tradisi sekolah dasar, guru mempunyai otoritas memastikan bahwa pelajaran yang penting dapat diingat dan guru mempunyai informasi penting untuk diberikan kepada siswanya yang tidka terdidik dalam proses pembelajarannya. Adapun pandangan Cox dan Boyson (1975:1):

1.      Anak-anak secara lahir tidak baik. Artinya anak-anak membutuhkan kebijaksanaan, disiplin dari orang tua dan guru. Terlalu banyaknya kebebasan bagi anak-anak adalah bibit keegoisan, vandalism dan ketidakbahagiaan pribadi

2.      Strategi terbaik untuk membantu anak-anak di daerah tertinggal adalah adanya usaha menjadikan untuk melek huurf dan hitung

3.      Ujian adalah hal penting bagi sekolah , sehingga tanpa adanya ujian maka standar akan mengalami penurunan.

4.      Kita dapat memiliki kesetaraan atau kesamaan kesempatan sehingga akan berarti meraih kembali kecemerlangan anak.

Adapun Moral Value pada ideologi ini adalah terdiri dari “Nilai-nilai Victoria’ dan “etika kerja protestan” (Himmerfarb, 1987). Prinsip utamanya adalah kebebasan, individualism, ketimpangan, dan persaingan. Berdasarkan sifat kekeliruan ini berarti bahwa harus adanya regulasi yang ketat (Lawton, 1988).

Tujuan pendidikan dalam ideologi ini adalah berdasarkan lokasi sosial siswa Menurut Lewin (1988) tujuan bagi massa adalah penguasaan ketrampilan dasar, pelatihan dalam ketaatan dan penghambaan, dalam persiapan untuk hidup bekerja sebagaimana layaknya terminal hidup mereka. Sedangkan tujuan Pendidikan matematika adalah akuisisi berhitung fungsional dan ketaatan. Adapun teori pembelajaran matematika dalam ideologi ini adalah belajar, seperti kesuskesan dalam hidup untuk rakyat, tergantung pada aplikais individu, penyangkalan diri dan usaha. Belajar adalah diwakili oleh metafora dar kerja atau kerja keras. Poin penting dari ideologi ini adalah memaknasi belajar adalah diisiolasi dan individualistis.

Teori mengajar matematika pada ideologi ini adalah melibatkan disiplin yang ketat, transmisi pengetahuan sebagai aliran fakta dan otoriter. Pada pandangan ini, sekolah sebagai usaha, kerj akeras dan disiplin diri. Dalam hal ini, mengajar diartikan bekerja keras, dan tidak berusaha untuk mengubahnya menjadi formalitas senang yang bisa menggapai sukses (Froome, 1979:76). Akibatnya kesalahan dalam matematika dianggap sebagai kegagalan aplikais diri atau bahkan kelainan moral. Sehingga secara ringkas bahwa pnadangan ini secara agresif mereproduksi keberadaan tatanan sosial dan ketimpangan, dan menjadi monoculturalist dan crypto-racist.

b)       Technological Pragmatism

Ideologi technological pragmatism memandang pengetahuan sebagai sesuatu alat yang dapat diterapkan secara praktis. Sehingga dalam matematika dipandang sebagai tetap dan mutlak akan tetapi dapat diterapkan. Adapun secara etis, bernilai pragmatis, tidak didasari prinsip etika akan tetapi pada utilitarian atau kemafaatan. Jadi pertimbangan moral didasarkan pada kemanfaatan dan pilihan yang berdasarkan kepentingan pribadi atau sectoral. Akibat dari ini menerima pengetahuan dan status quo sosial tanpa pertanyaan dan beranggapan bahwa majunya ilmu pengetahuan dan teknologi sebagau alat untuk pembangunan sosial dan pemenuhan nilai-nilainya. Adapun nilai moral dalam ideologi ini adalah ilmiah dan kemajuan dihargai karena mereka melayani pembangunan sosial.

Adapun dalam filsafat matematika, ilmu matematika murni diterima secara mutlak sehingga tidak ada metode terbaik dalam aplikasi melainkan tergantung pada pengetahuan dan ketrampilan para ahli yang menerepkannya.  Sedangkan teori pengetahuan matematis di sekolah, matematika dipandang sebagai  ketrampilan, prosedur, fakta dan pengetahuan matematika murni serta aplikasi dan penggunaan matematika. Adapun pandangan ideologi technological pragmatism terhadap kemampuan matematis ialah sebiah warisan yang memerlukan ajaran untuk mewujudkan potensinya. Sedangkan teori pembelajaran matematikanya adalah perolehan pengetahuan dan ketrampilan melalui pengalaman praktis.

Pada ideologi ini, pandangan pengajaran matematika adalah pengajaran ketrampilan dan motivasi melalui relevansi kerja. Menurut Lighthill ( 1973:98) fokusnya adalah pada seni mengajar dan seni menerapkan matermatika. Sedangkan teori penilaian matematika adalah tes dari eksternal untuk memberikan sertifikasi pencapaian dan ketrampilan. sedangkan fokus ideologi ini pada keanekaragaman sosial dan Pendidikan terletak pada kebutuhan utilitarian pekerjaan dan pendidikan lanjutan.

c)      Old Humanist

Ideologi ini beranggapan bahwa ilmu pengetahuan murni menjadi berguna hanya pada kebenarannya sendiri. ahlmi matematika menganggap bahwa matematika sebagai salah satu unsur pusat peradaban. Adapun nilai moral yang dihasilkan dari kebenaran, nilai-nilai hukum yang 9atau dapat juga) dapat disetujui oleh semua individu mengubah atau menciptakan sebuha masyarakat yang dirancang untuk memiliki keadilan dan kebiasaan yang bermanfaat (Kohlberg, 1981:411). Secara epistemologi perspektif keseluruhan adalah relativistic, banyak sudut pandang, interpretasi, dan kerangka acuan yang diakui, dan keistimewaan structural memberikan alasan untuk dianalisa, dibandingkan dan dievaluasi. Sedangkan dasar nilai-nilai terletak pada nalar, logika dan perasionalan seperti pengertian menetapkan, membandingkan dan membenarkan pengetahuan.

Dalam memandang matematika, ideologi ini mengatakan bahwa matematika terlihat sebagai sebuah bagian ilmu pengetahuan objektif yang murni berdasarkan penalaran dan logika. Akan tetapi dalam penerapannya, terlihat sebagai sebuah barang remeh, hanya teknik belaka, dan bayangan keduniawian abadi, bagian surga kebenaran. Latar belakang dari pandangan tersebut bermula berawal dari pandnagan palto bahwa memandang ilmu matematika pada kemutlakan, istilah yang sukar dipahami sebagai kemurnian, benar dan baik (Brent, 1978).

Adapun tujuan pendidikan matematika menurut ideologi ini adalah untuk menyebarkan ilmu matematika murni, dengan perhatian struktur, tingkat konseptual, dan kekakuan subjek.  Tujuannya adalah untuk mengajar matematika pada nilai intrinsiknya, sebagai sebuah bagian pusat warisan manusia, budaya dan penghargaan intelektual. Ilmu matematika memperkenankan pelajar untuk menyelesaikan pelajar untuk menyelesaikan masalah dan memecahkan teka-teki matematika. Dengan harapan siswa dapat menggunakan metode dan pedekatan yang berbeda sehingga disesuikan dengan bakat siswa. Pada ideologi ini, teori pengajaran matematika, guru harus membuat percobaan nyata untuk mengajar subjek sebaik mungkindan harus menjelaskan kebenaran hingga batas kesabaran dan kapasitas mereka.

Kekuatan dari ideologi ini terletak penekanannya pada organisasi dan struktur matematika sebagai kedisiplinan teoritis, dengan konsep penyatuan pusat. Terdapat pandangan kemutlakan-murni matematika yang menyangkal hubungan antara matematika murni dan penerapannya. Untuk melihat matematika sebagai kemurnian yang nyata, dipisahkan dari bayangan dasar penerapannya adalah menuju bahaya.

Adapun kelemahannya adalah pendidikan matematika untuk semua orang melayani keperluan beberapa orang saja, sebagian kecil mempelajari matematika murni pada perguruan tinggi serta rencana pembelajaran yang tidak tepat untuk kebanyakan siswa, rencana pembelajaran tidak dirancang dengan baik berdasarkan keperluan mereka maupun ketertarikan dalam pikiran serta kemampuan matematika ditetapkan oleh keturunan, merugikan mereka yang tidak dijuluki berbakat dalam matematika. Menurut Meighan (1986) penjulukan tertentu untuk seseorang menurut tanggapan oarng lain sesuai dengan bakat mereka, dikenal sebagai pemenuhan diri. Hasilnya adalah menurunkan tingkat pencapaian mereka yang dijuluki berkemampuan rendah merusak prestasi matematika (Ruthven, 1987)

 

d)      Progressive Educator

Pandangan ideologi ini adalah pengetahuan sebagi bawaan, dibuat kembali oleh perorangan sebagai bagian dari proses perkembangan dan pembentangan. Ideologi ini mempercayai bahwa meskipun pengetahuan kita dapat disempurnakan, melangkah maju dengan mantap manuju kebenaran objektif mutlak, hal ini belum menerimanya sama sekali (seperti di Propper, 1979). Adapun filsafat matematika pada pandangan ini adalah absolut, kebenaran matematika sebagai kemutlakan dan dapat dipercaya. Kemutlakan dalam hal ini adalah bersifat progresif. Dengan demikian pandangan matematika adalah absolut progresif, absolutism diwarnai oleh nilai-nilai kemanusiaan yang terhubung.

Penekanan pada  ideologi ini menurut Marsh, adalah pada ‘Pengalaman, bukanlah kurikulum dan anak bukanlah kurikulm’ (Alexander. 1984:16). Matematika adalah perkembangan menyeluruh anak, sehingga penekanan rencana pembelajaran berada pada matematika sebagai sebuah Bahasa, dan terletak pada kekreatifan dan sisi manusiawi pengalaman matematika. Matematika hanya sebagian dari seluruh kurikulum juda sebagai bagian dari matematika sekolah. Adapun tujuan matematika dari ideologi progressive educator adalah untuk menyumbang perkembangan menyeluruh dari pertumbuhan manusia, untuk mengembangkan kreatifitas anak dan realisasi diri dalam pengalaman belajar matematika serta mengembangkan percaya diri anak , sikpa posirif, dan mengagumi diri sendiri dengan penghargaan terhadap matematika, dan melindungi anak dari pengalaman negative yang mungkin merusak sikap ini.

Hal yang ditekuni pada ideologi ini adalah pandangan mengenai pembelajaran matematika, diantaranya mengenai  tanggapan aktif siswa terhadap lingkungan, penyelidikan diri oleh anak, mencaru hubungan dan membuat artefak pengetahuan. Sedangkan terkait dengan mengajar matematika, ideologi ini mengandung dorongan, permudahan dan susunan lingkungan berstruktur secara hati-hati dan situasi penjelajahan. Adapun tujuan dari ideologi ini adalah untuk mengangkat derajat dalam istilah mengagumi diri dan sebagai alat epistemologi yang pasti dalam matematika. Tujuan Pendidikan harus diutamakan bermanfaat dan mengangkat harkat dan derajat pelajar. Ideologi ini bersifat terlalu melindungi anak dari ketidaksesuaian dan masalah yang diperlukan. Makna perlindungan di sini adalah kesalahan anak tidaklah sepenuhnya tepat. Sehingga proses pendidikan diperlukan kelembutan dalam menghadapi kesalahan yang diperbuat oelh anak-anak. Sehingga perlunya ada strategi dan pencocokan teori kognitif dalam proses pembelajaran.

e)      Public Educators

Pandangan ideologi ini mengenai pendidikan matematika mengarah pada kedu aketerlibatan pribadi dan sosial dari pelajar (Mellin-Oslen, 1987). Hal ini melibatkan proses berpikir kritis dan penyadaran pemikiran matematika. Adapun menurut Abraham dan Bibby (1988:6) bahwa proses berpikir dimana hubungan antara matematika dan masyarakat (terutama lemabag sosial matematika) terkait dengan perkembangan pribadi situasi murid atau siswa. Proses ini melibatkan pelajar dalam beberapa tahap. Pertama, keterlibatan dengan beberapa bentuk pengorganisasian kegiatan matematika. Kedua, objektifikasi dari beberapa masalah matematika, yaitu menjauhkan diri sendiri dari msalah sehingga itu jelas terlihat sebagai objek studi. Ketiga, refleksi kritis atas tujuan dan konsekuensi dari mempelajari masalah ini dalam kaitannya dengan nilai-nilai yang lebih luas.

Adapun tujuan dari kurikulum matematika ideologi ini adalah untuk memberikan perubahan sosial kea rah keadilan sosial yang lebih besar (Damerow, dkk, 1986). Sedangkan tujuan dari perspektif public educators adalah mengembangkan demokrasi kewarganegaraan melalui pemikiran kritis dalam matematika. Hal ini melibatkan pemberdayaan individu untuk menjadi pemecah percaya diri dan mengemukakan masalah matematika yang tertanam dalam konteks sosial, dan dengan demikian pemahaman lembaga sosial matematika. Pandangan mengenai pengetahuan matematis siswa bahwa matematika sekolah tidak harus dilihat sebagia pengetahuan eksternal yang dipaksakan. Akan tetapi harus sebaliknya yaitu harus tertanam budaya siswa dan realita kehidupan mereka, serta melibatkan mereka untuk mengapresiasi diri sendiri.

Beberapa kelebihan dari ideologi ini sebagai berikut. Tujuan ideologi ini secara eksplisit meningkatkan realisasi-diri pelajar baik sebagai manusia yang otonom dan sebagai anggota masyarakat. Ideologi inilah satu-satunya ideologi yang berkomitmen penuh untuk keadilan sosial, sehubungan dengan implikasi penyediaan sosial dan politik matematika untuk semua atau matematika oleh semua terutama bagi kelompok sosial kurang beruntung (Volmik, 1990). Dengan kata lain tujuan pandangan ini memperhatikan pendidikan matematika berdasarkan prinsip sosialis demokratis dan nilai-nilai.  Adapun poin penting lainnya bahwa pandangan ini hany auntuk mengakomodasi konstruksi sosial filsafat matematika, mewakili pemikiran kontemporer terdepan. Sehingga secara keseluruhan perspektif ini memiliki kekuatan baik dari segi etis dan basis epistemologi.

Selain kelebihan, adapun kelemahan sebagai berikut. Terdapat masalah kontoversial terkait perspektif ideologi ini dan implikasinya terhadap pendidikan. Pernyataan ini diakui oleh seminar ICM pada matematika sekolah tahun 1990-an dalam suatu diskusi tentang peran sosial matematika yang membedakan dua pilihan, dan hasil negative yang mungkin muncul. Adapun area masalah yang lain terjadi di kontroversi dan konflik dalam kelas dan oenerimaan isu-isu sosial, bidaya dan politik ke dalam kurikulum matematika sehingga dapat membuka pintu pengaruh pada atau manipulasi terang-terangan dari kurikulum matematika oleh kelompok komersial dan politik.

 

 

 

 

 

Oleh:

Sari Nurlita, S.Pd

Komentar