Langsung ke konten utama

Artikel-Gender dalam Pendidikan


Pentingnya Kesetaraan Gender dalam Pendidikan

Pendidikan adalah hal penting dalam kehidupan. Menjadi usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Tiga hal ini merupakan penegasan betapa pentingnya pendidikan untuk mengubah pola tradisional menjadi pola modern yang lebih mampu mensejahterakan masyarakat luas. Kondisi tersebut sekaligus mengisyaratkan perlu adanya peningkatan kualitas pembelajaran pada setiap jenis dan jenjang pendidikan.
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan pasti membutuhkan orang-orang hebat yang berjuang di dalamnya. Memahami kebutuhan peserta didik dan berusaha menciptakan system pendidikan yang maju adalah hal penting yang harus direalisasikan. Sehingga terwujudnya kondisi pembelajaran yang optimal dan kondusif. karena tujuan pendidikan adalah menciptakan manusia yang berkualitas dari segi norma, intelektual maupun ketrampilan. Salah satu hal penting menuju itu adalah keadilan akses untuk mendapatkan perlakuan pendidikan. Maka dari itu perlu adanya kesetaraan gender dalam pendidikan.
Keadilan dan kesetaraan adalah gagasan dasar, tujuan dan misi utama peradaban manusia untuk mencapai kesejahteraan, membangun keharmonisan kehidupan bermasyarakat dan bernegara, dan membangun keluarga berkualitas. Jumlah penduduk perempuan hampir setengah dari seluruh penduduk Indonesia dan merupakan potensi yang sangat besar dalam mencapai kemajuan dan kehidupan yang lebih berkualitas. Kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, hukum, sosial budaya, pendidikan pertahanan dan keamanan nasional, serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Undang-Undang Dasar 1945 Bab X tentang warga negara, pasal 27 ayat (1) berbunyi. Setiap warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu tidak kecualinya.4 Pasal tersebut jelas menentukan semua orang mempunyai kedudukan yang sama dimuka hukum dan pemerintah tanpa ada diskriminasi antara laki-laki dan perempuan. Sejak tahun 1945 prinsip kesetaraan laki-laki dan perempuan sebenarnya telah diakui, terbukti dalam ketentuan Undang-undang dasar 1945 tentang pengakuan warga negara dan penduduk jelas tidak membedakan jenis kelamin.
Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, sehingga mereka akses, kesempatan berpartisipasi dan kontrol atas pembangunan dan memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. Secara historis telah terjadi dominasi laki-laki dalam segala lapisan masyarakat di sepanjang zaman, dimana perempuan dianggap lebih rendah daripada laki-laki. Dari sinilah doktrin ketidasetaraan antara laki-laki dan perempuan. Ketidaksetaraan tersebut antara lain sebagai berikut:
a.       Marginalisasi terhadap Perempuan Marginalisasi

Berarti menempatkan atau mengeser perempuan kepinggiran. Perempuan dicitrakan lemah, kurang atau tidak rasional, kurang atau tidak berani sehingga tidak pantas atau tidak dapat memimpin. Akibatnya perempuan selalu dinomorduakan apabila ada kesempatan untuk memimpin. Seperti:
1)      dalam proses pembangunan perempuan diikutsertakan tetapi tidak pernah diajak turut dalam mengambil keputusan dan pendapatnya jarang didengarkan,
2)      dalam keluarga perempuan tidak diakui sebagai kepala rumah tangga, perempuan tidak boleh memimpin dan memerintah suami sekalipun suami tidak dapat memimpin,
3)      dalam diri perempuan sendiri terdapat perasaan tidak mampu, lemah, menyingkirkan diri sendiri karena tidak percaya diri.

b.      Steorotip Masyarakat terhadap Perempuan Pandangan

Stereotip masyarakat yakni pembakuan diskriminasi antara perempuan dan laki-laki. Perempuan dan lakilaki sudah mempunyai sifat masing-masing yang sepantasnya, sehingga tidak dapat dikukur dari qodrat yang telah ada. Sebagai contoh:
1)      urusan rumah tangga diserahkan kepada istri dan anak perempuan, pendidikan anak menjadi tanggungjawab ibu, dan mengurus suami diserahkan sepenuhnya kepada istri tanpa adanya upah,
2)      kebanyakan perempuan memilih pekerjaan yang sudah dibagikan sesuai tanpa mempedulikan kemampuan atau potensi sebenarnya yang dimiliki,
3)      jika seorang laki-laki memperkosa seorang perempuan, maka perempuan yang bertanggung jawab karena tugas perempuan tinggal dirumah.

c.       Subordinasi terhadap Perempuan

Pandangan ini memposisikan perempuan dan karya-karyanya lebih rendah dari laki-laki sehingga menyebabkan mereka merasa sudah selayaknya sebagai pembantu nomor dua sosok bayangan dan tidak berani memperlihatkan kemampuannya sebagai pribadi. Lakilaki menganggap bahwa perempuan tidak mampu berpikir.

d.      Beban Ganda terhadap Perempuan

Pekerjaan yang diberikan kepada perempuan lebih lama mengerjakannya bila diberikan kepada laki-laki karena perempuan bekerja di sektor publik masih memiliki tanggung jawab pekerjaan rumah tangga yang tidak dapat di serahkan kepada pembantu rumah tangga sekalipun pembantu rumah tangga sama-sama perempuan.

e.       Kekerasaan terhadap Perempuan

Kekerasan terhadap perempuan dapat berupa kekerasan psikis seperti: pelecehan, permintaan hubungan seks ditempat umum, senda gurau yang melecehkan perempuan. Dan kekerasaan fisik seperti: pembunuhan, perkosaan, penganiayaan terhadap perempuan dan lain sebagainya. Sementara itu dalam pendidikan dasar persamaam pendidikan menghantarkan setiap individu atau rakyat mendapatkan pendidikan sehingga bisa disebut pendidikan kerakyatan. Ciri pendidikan kerakyataan adalah perlakuan dan kesempatan yang sama dalam pendidikan pada setiap jenis kelamin dan tingkat ekonomi, sosial, politik, agama dan lokasi geografi publik. Dalam kerangka ini pendidikan diperuntukkan untuk semua minimal sampai pada pendidikan dasar. Sebab manusia memiliki hak yang sama dalam mendapatkan pendidikan yang layak. Apabila ada sebagaian anggota masyarakat yang tersingkir dari kebijakan pendidikan berarti kebijakan tersebut telah meninggalkan sisi kemanusiaan yang setiap saat harus diperjuangkan.

Dengan adanya kesetaraan gender bagi perempuan dan laki-laki mampu menciptakaan nilai kemanusiaan terutama dalam hal pendidikan. Pendidikan membutuhkan nilai dan keadilan di dalamnya demi tercipta dan terjaganya peradaban yang lebih baik.











Sumber
Tune Sumar, Warni. 2015.  Implementasi Kesetaraan Gender Dalam Pendidikan. 1-25. https://media.neliti.com/media/publications/113902-ID-implementasi-kesetaraan-gender-dalam-bid.pdf diakses pada tanggal 11 November 2019
Efendy, Rustan. 2014. Kesetaraan Gender  Dalam Pendidikan. 1-24. http://ejurnal.stainparepare.ac.id/index.php/almaiyah/article/download/239/164/ diakses pada tanggal 11 November 2019

Komentar