Mahasiswa dan Polemik Organisasi
Mahasiswa
adalah agen perubahan yang diharapkan mampu menyambung lidah rakyat. Rakyat
sangat membutuhkan uluran tangan dari semangat mahasiswa yang menjunjung tinggi
idealism. Mahasiwa sering disibukkan dengan tugas perkuliahan yang tidak
kunjung selesai disetiap semesternya. Tanggungjawab dalam dunia akademik memang
membutuhkan semangat dan kegigihan yang luar biasa. Apalagi mereka mahasiswa
yang disibukkan dengan dunia parktikum seperti mahasiswa fakultas kedokteran,
kesehatan maupun farmasi. Dunianya dihadapkan dengan tantangan dan percobaan
dari benda-benda alam. Terkadang kehidupan semacam itu melatih kedisplinan dan
kehati-hatian dalam bertindak. Berbeda dengan mahasiswa social humaniora,
cenderung lebih santai dan harus banyak melihat situasi sekitar. Melihat
kepribadian berdasarkan background keilmuan memang cukup menarik. Seseorang
akan lebih mudah menilai menggunakan perspektif tersebut, akan tetapi tentu
menimbulkan stigmatisasi dalam konstruk social. Melihat permasalahan personal
menggunakan pendekatan background kelimuan terkadang kurang pas dan menimbulkan
salah paham. Ini yang kemudian menjadi PR kita bersama untuk mendobrak itu,
karena sejatinya manusia mempunyai kondisi psikologi yang berbeda-beda tentu akan
berakibat dalam proses menyelesaikan sebuah permasalahan.
Kehidupan
mahasiswa memang tidak lepas dari membaca kondisi sekitar, selain membaca buku
bacaan yang mendobrak kebodohan. Kondisi perkuliahan yang bisa dibilang cukup
membosankan, karena harus berada dalam kelas dan mendengar ceramahan. Semua
tidak akan berarti jika kita hanya menikmati covernya saja. Yang artinya,
membaca situasi sekitar memang sangat dibutuhkan untuk bisa menjadi pemain di
dalamnya dan mampu memberikan manfaat untuk sekitar.menjadi mahasiswa memang
harus pandai menganalisis social, apalagi yang berkaitan dengan ketidakadilan.
Mahasiswa harus mampu mendobrak itu dan memberikan jalan kemudahan disetiap
ketimpangan. Salah satu kunci untuk menuju kesana adalah harus kritis dan transformative,
karena semangat saja tidak cukup untuk mewujudkan keadilan. Dalam proses
menjadi kritis memang lahir dari kebiasaan menyelesaikan masalah. Selain hanya
baca buku, menyelesaikan konflik juga menciptakan daya kritis transformative.
Maka dari itu diperlukan budaya literasi dalam kehidupan mahasiswa. Budaya
literasi biasa dikenalkan melalui organisasi-organisasi kampus yang bergelut
dalam dunia kapasitas intelektualitas.
Membincang
organisasi, tidak lepas dari sumbangsih progresifitas mahasiswa di dalamnya.
Organisasi mampu melahirkan manusia menjadi lebih humanis. Bagaimana tidak,
dalam berorganisasi kita dilatih untuk menghargai sesama dan mengelola ego.
Karena puncak dari kemanusiaan adalah menghargai manusia itu sendiri. Dalam
organisasi, kita mengenal anatomi struktur di dalamnya sehingga kita mengetahui
bagaimana caranya menempatkan bagian dari anatomi organisasi sesuai porsinya. Kebiasaan berorganisasi akan memunculkan jiwa
kepedulian dan tanggungjawab dalam setiap permasalahan. Terkadang kita tidak
sadar akan hal itu, namun akan terasa dikemudian hari setelah kita lepas dari
dunia organisasi.hal ini cukup menantang ketika dihadapkan dengan permasalahan
kehidupan sehari-hari, kita akan semakin lebih sabar dan tidak kagetan ketika
melihat situasi yang tidak seperti biasanya. Mewujudkan cita-cita bangsa salah
satunya perdamaian bisa kita pelajari dalam dunia organisasi, karena di
dalamnya kita dituntut untuk berdamai dengan situasi begitupun sesama anggota.
Uasaha-usaha untuk menuju kesana memang membutuhkan kesadaran yang penuh
terhadap kepentingan bersama yang diperjuangkan secara bersama-sama. Akan
tetapi kita sering mengalami perselisihan dalam mengungkapkan pendapat,
cenderung tidak mau kalah dan kukuh atas argumennya sendiri. Dari sinilah kita
diuji untuk menuju kesabaran, kehati-hatian dan kritis atas situasi yang
dihadapi.
Organisasi
ternyata menimbulkan polemic mahasiswa dalam dunia akademik. Hal ini biasa
dirasakan oleh sejumlah aktivis yang sibuk berorganisasi. Kesibukan ini
terkadang membuat nyaman dan lupa akan tugas dan beban diakademik. Pergulatan
untuk mencapai didua focus memang cukup sulit, apalagi dalam dunia organisasi
disibukkan dengan banyaknya kegiatan seminar dan diskusi-diskusi dipojok
kampus. Dalam memenuhi kapasitas intelektualitas memang membutuhkan forum-forum
kecil yang bernuansa iklim literasi, yaitu membaca diskusi dan menulis. Hal ini
akan menjadi sangat luar biasa ketika ditekuni dan menghasilkan karya.
Mahasiswa yang mendalami dunia kepenulisan cenderung akan lebih dihargai dan
diistimewakan. Ternyata berbeda dengan mahasiswa yang aktif turun jalan dan
manggaungkan keadilan untuk memperjuangkan hak rakyat. Sebenarnya ini akan
mejadi lebih istimewa ketika mahasiswa ynag aktif menulis begitupun responsive
ketimpangan kebijakan. Ternyata, keadaan ini membangun stigmatisasi buruk
dikalangan birokrasi maupun mahasiswa yang mereka cenderung tidak menyukai
semacam aksi turun jalan atau demonstrasi. Padahal ketika kita ikut merasakan
mungkin kita akan menjadi sangat brutal memperjuangkannya. Ini menjadi hal yang
wajar dan tidak perlu dikagetkan. Kita
akan lebih merasa tidak peduli ketika dalam posisi nyaman dan lepas dari beban
bersama. Proses menuju kepedulian memang membutuhkan penyadaran lebih dan
pengalaman yang mampu merubah pola pikir.
Polemic
antara mahasiswa dan organisasi menciptakan stigma baru dikalangan akademik.
Organisasi dinilai mampu mengahambat kelancaran akademik dan melahirkan
mahasiswa-mahasiswa tua berkeliaran di kampus. Nilai tawar organisasi menjadi cukup
rendah ketika dibenturkan dengan kepentingan akademik khususnya dalam dunia
eksakta. Dunia eksakta membutuhkan keseriusan dan focus dalam melancarkan
studi. Organisasi dinilai menghambat proses belajar mahasiswa eksakta dan mengganggu
kegiatan padat yang penuh dengan praktikum. Sebenarnya hal tidak menjadikan
hambatan untuk mewujudkan marwah mahasiswa, hanya saja kita harus mampu membagi
kesibukan dan konsentrasi mewujudkan tujuan bersama dalam sebuah organisasi.
Organisasi sejatinya membutuhkan anggota yang loyal dan mampu membagi waktu
dimana dia harus menyelesaikan tugas akademik dan menjalankan tugas organisasi.
Menjadi sebuah apresiasi ketika mahasiswa mampu focus didua tempat, apalagi
mahasiswa dituntut untuk mengimplementasikan nilai-nilai kemasyarakatan ketika
nanti terjun di masyarakat pasca diperkuliahan. Di kampus sebagai lading
belajar di mana kita dibenturkan dunia ideaslisme dan realita yang kadang cukup
membuat pusing kepala. Terlalu lama dalam dunia idealisme terkadang kita lupa
bagaimana kita mampu menghidupi realita yang ada, cenderung kita kukuh pada
pendapat tanpa menghiraukan kondisi yang sebenarnya hanya karena berlandaskan
teori yang dicetus oleh tokoh ternama dunia. Ini ynag kemudian menjadi
pembelajaran bersama, dunia mahasiswa adalah miniatur Negara. Kita sanagt
diberi keleluasaan bernegara dalam dunia perkuliahan. Meskipun berbeda dengan
struktur kenegaraan, setidaknya mampu menjadi bahan belajar untuk kesiapan kita
menghadapi dunia yang sebenarnya. Maka dari itu penting sekali dalam memahami
posisi dan kebutuhan dalam berorganisasi.
Komentar
Posting Komentar